Layanan Desain

Layanan Desain

Klik Iklan Ini

Rabu, 26 Juni 2013

Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Strategi Proses Bepikir Abduktif-Deduktif terhadap Peningkatan Literasi Matematika dan Disposisi Matematis Siswa SMP

Baru-baru ini sering kita perdengarkan berita tentang sosialisasi Kurikulum Pendidikan 2013. Hal ini tidak terlepas dari usaha pemerintah untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia. Pendidikan memegang peran penting dalam menciptakan manusia-manusia yang berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi luhur. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melakukan inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan, misalnya melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran, pelatihan kependidikan bahkan sampai penggantian kurikulum. Peningkatan profesionalisme guru juga ditingkatkan, misalnya melalui program beasiswa kepada guru-guru untuk melanjutkan pendidikan.
Namun demikian, berbagai usaha tersebut tampaknya belum berhasil meningkatkan mutu pendidikan tanah air. Salah satu indikator yang menunjukkan mutu pendidikan di Indonesia cenderung rendah adalah hasil penilaian Internasional mengenai prestasi belajar siswa khususnya matematika. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) tahun 2011 melaporkan hasil survei Trends Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2003 menujukkan prestasi belajar siswa kelas VIII (delapan) Indonesia berada di peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rerata skor naik 411 dibanding 403 pada tahun 1999, Indonesia masih berada di bawah rerata untuk wilayah ASEAN. Prestasi belajar siswa Indonesia pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena skor siswa turun menjadi 309, jauh lebih rendah dibandingkan rerata skor internasional yaitu 500. Prestasi Indonesia pada TIMSS 2007 berada pada peringkat 36 dari 49 negara. Bahkan hasil lebih buruk ditunjukkan dari hasil penelitian terbaru pada TIMMS 2011 yakni peringkat 39 dari 43 negara (TIMMS, 2011).
Tidak jauh dari TIMSS, pada Programme for Internasional Student Assesment (PISA) prestasi belajar anak-anak Indonesia yang berusia sekitar 15 tahun masih rendah. Pada PISA 2003, Indonesia berada di peringkat 38 dari 40 negara, dengan rerata skor 360. Pada tahun 2006 rerata skor naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 57 negara. Sedangkan pada tahun 2009, Indonesia hanya menempati peringkat 61 dari 65 negara, dengan rerata skor 371, sementara rerata skor Internasional adalah 496 (Balitbang, 2011).
Hasil TIMSS dan PISA yang rendah terhadap prestasi belajar anak Indonesia tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti pada soal-soal TIMSS dan PISA. Kemampuan yang diukur oleh TIMSS dan PISA ini sering dimaknai sebagai kemampuan literasi, atau dalam matematika diserap sebagai istilah literasi matematika.
Literasi matematika diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena/kejadian. Literasi matematika membantu seseorang untuk memahami peran atau kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sekaligus menggunakannya untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga negara yang membangun, peduli dan berpikir.
Literasi matematika juga telah menjadi pokok kajian PPPPTK (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan) Matematika untuk menangani masalah pendidikan ini lewat program BERMUTU (Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading). Namun program yang dilakukan terbatas pada pengembangan profesionalitas guru, bukan kepada siswa secara laangsung. Tentunya ini menjadi suatu kesenjangan tersendiri.
Selain kemampuan literasi, hal yang perlu diperhatikan adalah kemampuan disposisi. Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Disposisi matematis siswa merupakan manifestasi dari cara siswa menyelesaikan tugas-tugas, apakah penuh percaya diri, keinginan untuk mengeksplorasi ide-ide, ketekunan dan minat, dan kecenderungan untuk melakukan refleksi terhadap pikirannya. Tanpa memperhatikan disposisi matematis tentunya akan melahirkan pembelajaran yang tidak didasari oleh kesadaran siswa, padahal kesadaran individu siswa inilah yang penting.
Dari latar belakang inilah, peneliti merasa perlu untuk meneliti melalui penelitian Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Strategi Proses Bepikir Abduktif-Deduktif terhadap Peningkatan Literasi Matematika dan Disposisi Matematis Siswa SMP.
- See more at: http://www.sobatbumi.com/inspirasi/view/647/Penerapan-Pembelajaran-Matematika-dengan-Strategi-Proses-Bepikir-Abduktif-Deduktif-terhadap-Peningkatan-Literasi-Matematika-dan-Disposisi-Matematis-Siswa-SMP#sthash.cuUEcSoL.dpuf

Klik Iklan Ini

Tinggalkan Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Blogger Templates | Modified by Ali Shodikin